teori mbs dan manajemen kurikulum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Desentralisasi Pendidikan

Masyarakat semakin berkembang, Ilmu Pengetahuan dan teknologi semakin maju dan masalah-masalah kehidupan makin kompleks serta kebutuhan masyarakat akan pendidikan makin meningkat. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pendidikan adalah sebuah pemberdayaan potensi rakyat melalui gerakan transformasi nilai-nilai sehingga muncul sikap kritis terhadap seluruh fenomena yang terjadi disekitarnya. Pembangunan karakter (Caracter Building) secara formal menjadi tugas lembaga-lembaga Pendidikan, namun secara universal sangat ditentukan oleh iklim masyarakat yang membangun individu tersebut. Jaringan-jaringan masyarakat harus terbangun dalam sebuah sistem yang kondusif agar setiap personal bisa beradaptasi dan mengembangkan kreatifitas demi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat madani.(Depdiknas, 2000)

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah kemudian direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, telah membawa implikasi pada pemberian kewenangan bagi setiap Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pendidikan memungkinkan daerah dapat mengembangkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan situasi daerah itu.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat pada era reformasi membawa dampak kepada terjadinya berbagai perubahan yang terkait dengan menyelenggarakan pendidikan yang pada gilirannya dapat berdampak pula munculnya berbagai permasalahan. Permasalahan-permasalahan dalam bidang pendidikan yang hingga saat ini masih dihadapi yang meliputi pemerataan kesempatan, kualitas dan relevansi. Upaya untuk mencari pemecahan terhadap permasalahan tersebut terus dilakukan, antara lain dengan penetapan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan. (Depdiknas, 2000)

Pendidikan diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta baik didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. (Depdiknas, 2000)

Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menunjang tinggi hak asasi manusia, nilai kultural dan kemajemukan bangsa, pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multi makna, pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan menghitung bagi segenap warga masyarakat, pendidikan diselenggarakan dengan memberdayaan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan, pendidikan diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan, aspirasi dan tuntunan masyarakat melalui kegiatan evaluasi dan pengembangan program pembaharuan pendidikan. (Depdiknas, 2000)

Menurut Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan formal terdiri dari :

a. Pendidikan usia dini, meliputi TK, TKLB dan RA;

b. Pendidikan dasar, meliputi SD, SDLB, MI, SMP, SMPB dan MTs;

c. Pendidikan menengah, meliputi SMA, SLB, MA, MAK dan SMK;

Pendidikan sekolah adalah pembukaan sekolah baru yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat, pendidikan sekolah didasarkan atas kebutuhan masyarakat untuk memperoleh pendidikan dan rencana pengembangan pendidikan di daerah, persyaratan dan tata cara pendirian, seklah, penggabungan sekolah, penambahan/perubahan program keahlian pada SMK/MAK dan penetapan sekolah lebih lanjut diatur dengan keputusan Bupati.

Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 merupakan tanggung jawab Pemeritah Daerah dan Masyarakat, sejalan dengan kebijakan nasional dalam prinsip penyelenggaraan pendidikan, diprioritaskan pada pemecahan masalah yang dihadapi seperti : peningkatan mutu, pemerataan, relevansi, efektivitas, efesiensil dan manajemen pendidikan.

Pengadaan, pendayagunaan dan pengembangan tenaga kependidikan, kurikulum lokal, buku pelajaran, peralatan pendidikan, tanah dan gedung atau bangunan serta pemeliharaannya dan penyelenggaraan kurikulum nasional adalah tanggung jawab Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat, pengadaan pendayagunaan dan pengembangan tenaga kependidikan, buku pelajaran, peralatan pendidikan, tanah dan gedung atau bangunan serta pemeliharaannya pada satuan Pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat adalah tanggung jawab Yayasan dan Badan yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan, pelaksanaan sebgaimana dimaksud diatas Pemerintah Daerah dapat meberikan bantuan, pelaksanaan ketentuan diatas diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan didasarkan pada Manajemen Berbasis sekolah, dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, Kepala Sekolah harus mengoptimalkan peran dan fungsi Gugus Sekolah, melalui Kelompok Kerja Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, Musyawarah Guru Bimbingan Penyuluhan, Kelompok Kerja Kepala Sekolah serta Pengawas Sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan, pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan harus mengarah pada upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu melalui pembentukan Komite Sekolah/Madrasah, pembinaan terhadap peserta didik dengan kemampuan luar biasa, perlu diupayakan melalui program pendidikan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, pembinaan terhadap proses didik yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan perilaku diupayakan melalui pendidikan khusus, pembinaan terhdap peserta didik di daerah terpencil, yang mengalami bencana alam, bencana sosial dan tidak mampu dari segi ekonomi diupayakan melalui pendidikan layanan khusus, pelaksanaan sebagaimana dimaksud diatas diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Satuan pendidikan mengelola dan menyelenggarakan program pembelajaran menurut jenis, jenjang, dan tujuan institusional masing-masing dengan tetap mengacu pada tujuan pendidikan nasional, pengelolaan program dan upaya penyediaan sumber daya, prasarana dan sarana pembelajaran sebagaimana dimaksud diatas dilakukan oleh Kepala Sekolah dan Komite Sekolah/Madrasah, pelaksanaan sebagaimana dimaksud diatas diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Menurut Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas:

a. Kurikulum nasional yang ditetapkan berdasarkan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional dan/atau Departemen Agama.

b. Kurikulum lokal ditetapkan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan belajar khusus masyarakat di daerah, dimana pengembangan, penyempurnaan dan penetapannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Muatan kurikulum setiap jenjang pendidikan disesuaikan dengan usia perkembangan peserta didik, isi kurikulum nasional merupakan standar yang wajib diselenggarakan dalam rangka mewujudkan standar kompetensi peserta didik, Pemerintah Daerah mengupayakan pengembangan standar kompetensi peserta didik untuk mencapai hasil belajar dengan berpedoman pada standar nasional yang telah ditetapkan, penyelenggaraan kurikulum nasional pada semua jenis dan jenjang pendidikan di daerah merupakan tanggung jawab Bupati, satuan pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat dimungkinkan untuk menambah bahan ajar sesuai dengan ciri khas masing-masing, dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan. Sekolah harus berpedoman dan mengacu pada kalender pendidikan yang ditetapkan secara Nasional dan pelaksanaan sebgaimana dimaksud diatas diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Menurut Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Isi kurikulum lokal memuat mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan, yaitu:

a. Mata pelajaran wajib yaitu mata pelajaran yang relevan dengan kebutuhan lingkungan masyarakat di sekitar sekolah masing-masing serta dunia usaha dan industri;

b. Mata pelajaran pilihan terdiri atas:

Kelompok kesenian daerah, meliputi tari, karawitan dan pencak silat;

Keleompok pertanian, meliputi elektronik otomotif, komputer, tata boga, tata busana, pertanian;

Kelompok bahasa, meliputi Bahasa Daerah (Sunda, Jawa dan Betawi), Bahasa Inggris, Arab, Conversation Club Bahasa Inggris dan Bahasa asing lainnya untuk SMP/MTs dan pendidikan menengah.

Pilihan untuk mata pelajaran kurikulum lokal diserahkan kepada sekolah dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan kemampuan peserta didik, serta sumber daya yang dimiliki sekolah.

Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah Bahasa Indonesia, dalam rangka mewujudkan penyesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang informasi, komunikasi dan pariwisata, sekolah pada setiap jenis dan jenjang pendidikan dapat mewajibkan penggunaan bahasa asing, pengaturan sebagaimana dimaksud diatas diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Setiap menjelang awal tahun pelajaran, Bupati menetapkan kebijakan penerimaan siswa baru, penetakan kebijakan sebagaimana dimaksud diatas berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan serta kebutuhan daerah, sosialisasi kebijakan penerimaan siswa baru sebagaimana dimaksud diatas dilaksanakan sebelum jadual penerimaan siswa baru, penerimaan sisiwa baru kelas I SMP/MTs, SMA, MA, MAK dan SMK maupun pindahan dari unsur daerah, dilakukan melalui seleksi khusus.

Bupati atau Pejabat yang ditunjuk bertangung jawab atas terselenggaranya pendidikan di daerah, Pejabat yang ditunjuk di tingkat Kecamatan bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis operasional penyelenggaraan pendidikan di Kecamatan sepanjang menyangkut pendidikan TK, TKLB, RA, SD, SDLB, MI dan pelaksanaan pendidikan non formal, Kepala Sekolah dan Kepala Madrasah bertanggung jawab atas pengelolaan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan guru (tenga pendidik) lainnya dan penggunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana di sekolah/madrasah yang bersangkutan, dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan sebgaimana dimaksud diatas pejabat tersebut melakukan koordinasi dengan Camat setempat, pelaksanaan ketentuan diatur dengan Keputusan Bupati.

Pemerintah Daerah berkewajiban menyediakan tenaga bagi sekolah/madrasah yang menyelenggarakan Pemerintah Daerah, Badan/Yayasan/Perkumpulan penyelenggaraan pendidikan berkewajiban menyediakan tenaga bagi sekolah/madrasah yang diselenggarakannya, tenaga pendidikan sebgaimana dimaksud pada jalur pendidikan formal terdiri dari atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, pengawasan sekolah, pustakawan dan laboratorium, tenaga pendidik terdiri dari guru, pembimbing dan pelatih peserta didik, pendidik sebgaimana dimaksud diatas karena pertimbangan kepentingan yang lebih luas dapat diangkat menjadi tenaga struktural sepanjang memenuhi persyaratan dan kriteria yang ditentukan, Pemerintah Daerah wajib memberikan penghasilan tambahan di luar gaji dan tunjanganfungsional berupa insentif kepada guru pendidik, Pemerintah Daerah dan/atau Yayasan penyelenggara pendidikan mengusahakan penghasilan kepada para tenaga pendidik yang tidak berstatus Pegawai Negeri Sipil minimal sesuai dengan Upah Minimum Daerah dengan rasio jumlah kewajiban mengajar, pengaturan tenaga kependidikan sebgaimana dimaksud diatur lebih lanjut denga Keputusan Bupati.

Untuk diangkat sebagai tenaga pendidik calon tenaga pendidik yang bersangkutan harus memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar dan harus memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati, untuk dapat diangkat sebgai Guru bidang pendidikan agama, selain harus memenuhi persyaratan dan harus menganut agama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan, pengangkatan dan penetapan tenaga kependidikan yang berstatus Pegawai Negeri Sipil pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dilakukan dengan Keputusan Bupati, pengangkatan dan penetapan tenaga pendidik yang harus berstatus Pegawai Negeri Sipil pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan tenga pendidik kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan mengangkat dan menetapkan tenaga pendidik yang berstatus Pegawai Negeri Sipil.

Menurut Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik terdiri dari warga negara Indonesia dan warga negara asing, setiap peserta didik pada satuan pendidikan merupakan subyek dalam proses pendidikan yang berhak:

a. Mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidi yang seagama;

b. Memperoleh jaminan untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya;

c. Mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya;

d. Mendapat layanan bimbingan, pembelajaran dan pelatihan secara layak;

e. Mendapat pelayanan dan perlakuan secara adil dan manusiawi serta perlindungan dari setiap gangguan dan ancaman;

f. Mendapat pelayanan khusus bagi peserta didik yang mempunyai kelainan fisik, emosional, sosial dan mental serta yang mempunyai kecerdasan dan kemampuan istimewa;

g. Mendapat beasiswa bagi yang berprestasi, dan/atau mendapatkan bantuan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikan;

h. Pindah program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;

i. Memperoleh penilaian hasil belajarnya;

j. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan;

k. Mengajukan saran dan berperan serta dalam usaha peningkatan mutu pengelolaan.

Khusus peserta didik yang berstatus yatim atau yatim piatu dan berasal dari keluarga tidak mampu dalam ekonomi, biaya pendidikannya ditanggung oleh Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya sampai tamatan SMP/MTs.

Menurut Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pemerintah Daerah berkewajiban menyediakan prasarana, alat dan media belajar serta buku pelajaran bagi sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang disediakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diberikan dalam bentuk bantuan langsung melalui Komite Sekolah/Madrasah, buku pelajaran dan /atau bahan ajar sejenis yang diberlakukan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan disusun dan diperbaharui berdasarkan kurikulum yang berlaku, buku pelajaran dan /atau bahan ajarsebgaimana dimaksud dapat diterbitkan dan/atau diproduksi oleh Pemerintah Daerah, Swasta dan/atau Pihak Ketiga yang peduli terhadap pendidikan, pengadaan dan/atau pemanfaatan buku pelajaran pokok dan/atau bahan ajar sebagaimana dimaksud diatas dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan satuan pendidikan dan daya beli masyarakat.

Pemerintah Daerah atau Yayasan/Badan/Perkumpulan penyelenggara satuan pendidikan bersama masyarakat bertanggung jawab atas pembiayaan yang diperlukan bagi penyelenggaraan pendidikan, Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan minimal 20% (dua puluh persen) dari APBD di luar gaji pendidik dan pendidikan kedinasan, pengalokasian anggaran pendidikan yang berasal dari Pemerintah Daerah ditetapkan berdasarkan asas keadilan, keterbukaan dan prospek pengembangan jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang bersangkutan, penghasilan dan/atau pendapatan daerah yang diperoleh dari sektor pendidikan dan/atau berkaitan dengan pendidikan dialokasikan kembali untuk membangun sektor pendidikan, komponen yang dibiayai meliputi kegiatan yang berhubugan dengan kesejahteraan tenaga kependidikan dan penyelenggaraan pendidikan, bantuan bagi siswa tidak mampu, sarana prasarana, proses belajar mengajar, kepengawasan, pembinaan, monitoring, evaluasi yang mengacu pada upaya peningkatan mutu pendidikan, pemerataan dan relevansi.

Pemerintah Daerah menganggarkan bantuan bagi pembinaan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dan sebaliknya kelompok masyarakat yang peduli pendidikan dan insan pendidikan dapat membantu satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah atau masyarakat dengan bantuan hibah, beasiswa dan bantuan lainnya yang tidak mengikat dengan melibatkan Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan non formal dan/atau Dewan Pendidikan, penentuan besarnya biaya dari masyarakat untuk membantu penyelenggaraan pendidikan secara tetap ditentukan berdasarkan musyawarah Sekolah/Madrasah/Pendidikan non formal dengan para orang tua peserta didik, pengelolaan pembiyaan dalam penggunaanya yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah/Anggaran Pendapatan dan Belanja Madrasah dipertanggungjawabkan secara transparan kepada masyarakat dan kepada Bupati melalui Kepala Dinas, satuan biaya dihitung berdasarkan biaya persiswa pertahun atau biaya satuan pendidikan pertahuan sesuai dengan kebutuhan, setiap satuan pendidikan wajib menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah dengan melibatkan seluruh komponen yang ada di sekolah dan pihak masyarakat, Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan non formal serta orang tua siswa secara demokratis, sumber-sumber pembiayaan dibukukan secara transparan dan akuntabel, satuan pendidikan dapat menerima sumbangan dari orang tua, masyarakat dan dunia usaha melalui Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan non formal dalam rangka peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan, yayasan/Badan/Perkumpulan penyelenggaraan pendidikan yang mengelola sekolah unggulan wajib menerima siswa berprestasi dari kalangan masyarakat kurang mampu dengan keringanan atau dibebankan dari kewajiban iuran melalui subsidi silang dengan siswa yang mampu, Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada Yayasan/Badan/Perkumpulan penyelenggaraan pendidikan yang berprestasi, pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud diatas diatur dengan lanjut dengan Keputusan Bupati.

Dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Terhadap pelaksanaan pengelolaan pendidikan di sekolah dilakukan evaluasi secara berkal, evaluasi sebagaimana dimaksud meliputi:

a. Kinerja Sekolah;

b. Akreditas; dan

c. Sertifikasi.

Pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud diatas diwajibkan mengikut sertakan komite sekolah yang memiliki kepedulian di bidang pendidikan, tata cara, mekanisme, jadual dan prosedur pelaksanaan penilaian diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Pemerintah Daerah secara berkala dan berkelanjutan melakukan evaluasi terhadap kegaitan dan kemajuan pelaksanaan kurikulum nasional dan kurikulum lokal serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan dengan menggunakan instrumen yang berlaku serta dimungkinkan melibatkan tenaga ahli bidang pendidikan, pendidik melakukan evaluasi hasil belajar peserta didik, hasil velauasi diumukan secara terbuka.

Terhadap satuan pendidikan dilakukan pembinaan dan pengendalian standar mutu pendidikan yang didasarkan pada penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan termasuk input, proses dan output, pembinaan dan pengendalian standar mutu pendidikan dilaksanakan oleh satuan pendidikan dan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan mengambil tindakan terhadap penyimpangan dan/atau pengelolaan pendidikan, pelaksanaan diatur dengan Keputusan Bupati.

Secara tersirat kebijakan desentralisasi pendidikan dapat diartikan dengan memberikan kewenangan penuh kepada sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan untuk mengurus dan mengelola proses kegiatan belajar mengajar dengan mengali potensi yang dimiliki agar dapat menghasilkan mutu pendidikan yang berkualitas. Keuntungan dilakukannya desentralisasi antara lain :

· Menyebarkan pusat pengambilan keputusan

· Kecepatan dalam pengambilan keputusan

· Pengambilan keputusan yang realistis

· Penghematan

· Keikutsertaan masyarakat lokal

· Solidaritas Nasional

Disamping keuntungan-keuntungan tersebut, desentralisasi juga bisa menimbulkan berbagai masalah. Desentralisasi tidak berarti memberikan kewenangan penuh tanpa batas dan apabila tidak dikelola secara baik maka akan menimbulkan konflik-konflik akan kepentingan yang akan merugikan kebijakan tersebut.

Secara konseptual menurut UU tentang Sisdiknas, terdapat dua jenis desentralisasi pendidikan, yaitu: pertama, desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (propinsi dan distrik), dan kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah. Konsep desentralisasi pendidikan yang pertama terutama berkaitan dengan otonomi daerah dan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, sedangkan konsep desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan yang lebih besar pada tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Tujuan dan orientasi dari desentralisasi pendidikan sangat bervariasi berdasarkan pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di beberapa negara Amerika Latin, di Amerika Serikat dan Eropa. Jika yang menjadi tujuan adalah pemberian kewenangan di sektor pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka fokus desentralisasi pendidikan yang dilakukan adalah pada pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah lokal atau kepada Dewan Sekolah. Implisit ke dalam strategi desentralisi pendidikan yang seperti ini adalah target untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan sumber daya (school resources; dana pendidikan yang berasal yang pemerintah dan masyarakat). Dilain pihak, jika yang menjadi tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut, maka desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada reformasi proses belajar mengajar. Partisipasi orang tua dalam proses belajar mengajar dianggap merupakan salah satu faktor yang paling menentukan. Dalam kenyataannya, desentralisasi pendidikan yang dilakukan di banyak negara merupakan bagian dari proses reformasi pendidikan secara keseluruhan dan tidak sekedar merupakan bagian dari proses otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Desentralisasi pendidikan akan meliputi suatu proses pemberian kewenangan yang lebih luas di bidang kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah lokal dan pada saat yang bersamaan kewenangan yang lebih besar juga diberikan pada tingkat sekolah.

 

2. Teori Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

a. Fungsi – fungsi Manajemen Sekolah

Sejalan dengan perkembangan sejarah dan berdasarkan situasi penerapannya, manajemen mempunyai beberapa fungsi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Komarudin (2004:26) bahwa fungsi manajemen adalah serangkaian berbagai kegiatan wajar yang telah ditetapkan dan memiliki hubungan saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya, dan dilaksanakan oleh orang-orang, lembaga atau bagian-bagiannya, yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut.

Dan pengertian di atas menunjukkan bahwa fungsi-fungsi manajemen itu berbentuk kegiatan-kegiatan yang berturutan dan berhubungan sehingga satu kegiatan menjadi syarat bagi kegiatan lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut harus dan dapat dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang tergabung dalam suatu organisasi. Selanjutnya menurur Donell menyatakan bahwa fungsi-fungsi manajemen itu perlu dilakukan oleh presiden, menteri, rektor, dekan, pemuka agama, dan pimpinan lembaga pemerintah dan kemasyarakatan, dan seterusnya.

Kemudian Siagian mengelompokkan fungsi manajemen ke dalam dua bagian utama, yaitu fungsi organik dan fungsi pelengkap, yang dimaksud fungsi utama adalah semua fungsi manajemen yang harus secara mutlak dilaksanakan dalam kegiatan pengelolaan. Apabila salah satu fungsi tidak dilakukan maka kegiatan dalam organisasi akan terhambat atau mungkin akan gagal. Sedangkan yang disebut sebagai fungsi pelengkap adalah sebagai penyempurna fungsi organik, sehingga fungsi organik ini dapat secara berdaya guna dan berhasil guna. Yang termasuk ke dalam fungsi pelengkap antara lain kegiatan berkomunikasi dan memanfaatkan fasilitas pendukung untuk mencapai tujuan organisasi. Kedua fungsi itu, baik fungsi organik maupun fungsi pelengkap dapat dipersatukan, karena yang disebut fungsi kedua dapat diterapkan dalam fungsi yang disebut pertama.

Di bawah ini paparan urutan fungsi manajemen yang dikemukakan oleh para ahli sesuai dengan perkembangannya dalam Komaruddin (2004:30):

1) Henri Fayel, mengemukakan bahwa manajemen mencakup lima fungsi yang berurutan yaitu : Planning, Orgunizing, Commanding, Coordinating dan Controlling. Rangkaian fungsi ini dikenal dengan singkatan POCCC.

2) Luther M. Gullick (2001), bellau merinci fungsi manajemen ke dalam enam urutan yaitu : Planning, Organizing, Staffing Directing, Coordinating, Reporting dan Budgetting. Keenam fungsi ini dapat disingkat menjadi POSDCORB).

3) John D Milles (1997), beliau mengklasifikasikan fungsi manajemen kedalam dua kategori yaitu : Directing dun Facilitating.

4) Harold Koontz dan Cyryll O Donell (1990), beliau menggolongkan fungsi manajemen kedalam lima urutan yaitu : Planning, Organizing, Starffing, Directing dan Controlling. Kelima fungsi ini dikenal dengan singkatan POSDC.

5) George R Terry (1998), Beliau merinci fungsi manajemen ke dalam empat fungsi, yaitu : Planning, Organizing, Actuating dun Controlling. Keempat fungsi ini dikenal dengan singkatan POAC.

Masih menurut beliau dalam buku yang sama yang diterbitkan pada tahun 1978, ia merinci fungsi dasar manajemen terdiri atas Planning, Organizing dan Controlling. Planning mencakup penyusunan rangkaian kegiatan, dari berbagai alternatif upaya yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Organizing meliputi pembagian dan pengelompokkan kegiatan, penyusunan staf dan melaksanakan kegiatan, pelaksanaan kegiatan motivasi dan pengarahan. Controlling meliputi inovasi, koordinasi dan pelayanan.

6) Patrick E Connor (1994), beliau mengelompokkan fungsi manajemen kedalam empat urutan yaitu : Planning, Organizing, Staffing dun Kontrolling. Planning meliputi kegiatan penentuan tujuan, unsur-unsur forecasting, dan model perencanaan yang dinamis. Organizing meliputi kegiatan prinsip-prinsip organisasi, pengintegrasian, kekuasaan, sentralisasi dan desentralisasi, serta kelompok kerja. Staffing berkaitan dengan kualifikasi tenaga, efektivitas interpersonal dan penampilan, nilai-nilai eksekutif, komunikasi, motivasi dan pola kepemimpinan. Controlling meliputi aspek-aspek penampilan organisasi, anggaran biaya, kriteria efektivitas organisasi dan penilaian.

7) Edwin B. Plippo dan Garry M. Munsinger (1995), beliau mengemukakan empat fungsi manajemen, yaitu Planning, Organizing, Directing dan Controlling. Planning meliputi kegiatan perencanaan resmi, yaitu untuk menyusun tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat dan lembaga, pengambilan keputusan dengan menggunakan sistem informasi manajemen, jenis jenis rencana, serta keterlibatan unsur manusiawi. Pengorganisasian menyangkut proses penyusunan organisasi formal atau informal. Pengarahan berkaitan dengan penggerakan secara resmi oleh pimpinan, motivasi melalui partisipasi dan komunikasi. Pengawasan meliputi pengawasan resmi dan integrasi kepentingan bersama.

8) Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (1992), beliau membagi fungsi manajemen menjadi empat urutan yaitu : Planning, Orgunizing, Motivating dan Controlling. Planning meliputi kegiatan penentuan tujuan umum dan tujuan khusus serta menyusun peta kegiatan untuk pengarahan tujuan-tujuan di masa datang serta identifikasi berbagai kegiatan menggabungkan sumber manusia dan non manusia. Staffing ialah kegiatan pengadaan, pemilihan, penggajian dan peningkatan kemampuan pelaksana. Directing or leading di dalamnya menyangkut bimbingan dan supervisi terhadap kegiatan para pelaksana. Sedangkan Controlling berkaitan dengan pemantauan penampilan dan kegiatan perbaikan.

Dalam buku Panduan Manajemen Sekolah dikemukakan bahwa Memanage atau mengelola sekolah berarti mengatur seluruh potensi sekolah agar berfungsi secara optimal dalam mencapai tujuan sekolah. (Depdikbud, 2000 : 3). Dengan demikian segala upaya yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam upaya mengeloia dan mengatur seluruh potensi yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah pada dasarnya merupakan suatu proses dari manajemen sekolah.

Adapun mengenai bidang-bidang adminisrasi pendidikan/sekolah dibagi menjadi tiga bidang yaitu :

1. Bidang kependidikan, atau bidang edukatif, yang menyangkut kurikulum, metode dan cara mengajar, evaluasi dan sebagainya.

2. Bidang personil, yang mencakup unsur-unsur manusia yang belajar, yang mengajar dan personil lain yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan belajar mengajar.

3. Bidang alat dan keuangan, sebagai alat-alat pembantu untuk melancarkan situasi belajar mengajar dan untuk mencapai tujuan pendidikan sebaik­baiknya.

Lebih jauh secara lebih rinci dikemukakan bahwa administrasi manajemen sekolah, mencakup bidang-bidangnya sebagai berikut :

1. Administrasi Kurikulum

2. Administrasi murid

3. Administrasi personal

4. Administrasi material

5. Administrasi keuangan

6. Administrasi gedung sekolah

7. Administrasi bidang-bidang khusus (umpana : BP, UKS, dan sebagainya).

Sementara itu menurut Soedijarto (1993 : 161) terdapat delapan bidang tugas administrasi sekolah (The Task of School Administration) yaitu :

i. Instruction and curriculum development

ii. Pupil Personnel

iii. community School Leadership

iv. Staff Personnel

v. School Plant

vi. School Transportation

vii. Organization and Structure

viii. School Finance and Business Management

Dari delapan bidang administrasi sekolah seperti tersebut di atas, nampak ada beberapa bidang yang untuk kondisi Indonesia secara umum belum menjadi bidang yang ditangani manajemen sekolah yaitu school transportation dan Business Management, meskipun mungkin terdapat beberapa sekolah yang telah melaksanakannya, namun hal itu bersifat terbatas karena belum menjadi suatu kebijakan umum yang sifatnya nasional. Hal ini tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi yang nampaknya belum memungkinkan.

Dalam buku Panduan Manajemen Sekolah yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas disebutkan bidang-bidang manajemen sekolah yaitu :

1. Manajemen kurikulum

2. Manajemen Personalia

3. Manajemen kesiswaan

4. Manajemen keuangan

5. Manajemen sarana dan prasarana sekolah

6. Manajemen Laboratorium

7. Manajemen Bimbingan dan Konseling

8. Manajemen Perpustakaan

Selanjutnya Djam’an Satori (2000 .39), mengemukakan bahwa dalam rangka penerapan MBS, sedikitnya ada tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik. Adapun ketujuh komponen tersebut adalah :

1. Manajemen kurikulum dan program pengayaan

2. Manaiemen tenaga kependidikan

3. Manajemen kesiswaan

4. Manajemen keuangan

5. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan

6. Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat

7. Manajemen layanan khusus

Dari beberapa pendapat tentang pembidangan dalam manajemen administrasi sekolah, meskipun terdapat perbedaan namun secara umum lebih menunjukkan banyaknya kesamaan, dan perbedaan tersebut lebih bersifat saling melengkapi serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan terutama jika membandingkan dengan pendapat pakar dari luar negeri. Berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang masing-masing bidang dengan mengacu pada buku Panduan Manajemen Sekolah.

Manajemen Kurikulum merupakan upaya untuk mengelola agar kurikulum di sekolah berjalan baik, dalam hubungan ini pengelolaannya harus diarahkan agar proses pernbelajaran dapat berjalan dengan baik, tolok ukurnya adalah bagaimana pencapaian tujuan oleh siswa sebagai akibat proses pembelajaran, menurut Djam’an Satori (2000) tugas-tugas yang tercakup dalam bidang kurikulum adalah :

a. Menyelenggarakan perumusan tentang tujuan-tujuan kurikulum

b. Menyelenggarakan ini (content), susunan (scope) dan organisasi kurikulum

c. Menghubungkan kurikulum dengan waktu, fasilitas-fasilitas fisik dan personil yang tersedia

d. Menyelenggarakan bahan-bahan, sumber-sumber dan perlengkapan buat program pengajaran

e. Menyelenggarakan supervisi pengajaran.

Dari pendapat di atas nampak bahwa manajemen kurikulum menitik beratkan pada upaya untuk mengelola proses pembelajaran siswa agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, lebih jauh Depdiknas (2000 : 67-70) secara lebih rinci dalam buku Panduan Manajemen Sekolah disebutkan kegiatan­ kegiatan yang harus dilakukan dalam manajemen kurikulum yaitu :

a. Menjabarkan GBPP menjadi Analisis Mata Pelajaran

b. Menyusun Program Tahunan

c. Menyusun Program Catur Wulan

d. Menyusun program satuan pelajaran

e. Membuat rencana pengajaran

f. Melakukan penbagian tugas mengajar

g. Menyusun jadwal pelajaran

h. Menyusun jadwal kegiatan pengayaan

i. Menyusun jadwal ekstrakurikuler

j. Menyusun jadwal penyegaran Guru

Manajemen Sumber daya manusia (personalia), bidang ini merupakan bidang manajemen sekolah yang sangat penting, sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik dalam pencapaian tujuan pendidikan, oleh karena itu dalam pelaksanaanya perlu diupayakan agar setiap komponen sumber daya manusia yang ada di sekolah dapat bekerjasama dan saling mendukung dalam mencapai tujuan sekolah. Adapun peran yang mesti dilaksanakan dalam bidang ini menurut (Depdiknas : 78) adalah : (a) Pengadaan tenaga, (b) Pemanfaatan tenaga, dan (c) Pembinaan dan pengembangan, ketiga aspek tersebut tidak berdiri secara terpisah melainkan merupakan suatu siklus yang berkesinambungan.

Pengadaan tenaga atau rekrutmen mencakup upaya pencarian calon tenaga yang memenuhi syarat, untuk itu langkah ini perlu didahului dengan analisis pekerjaan agar pengadaan tenaga sesuai dengan kebutuhan, serta kondisi sekolah yang kekurangan tenaga, untuk itu perlu dilakukan perbandingan jumlah, jenis dan kualifikasi jabatan dari hasil analisis pekerjaan dengan tenaga yang dimiliki, sedangkan dalam upaya pengembangan tenaga di sekolah terdapat tiga aspek penting yang harus diperhatikan yaitu : (a) Peningkatan profesionalisme, (b) Pembinaan karier, dan (c) Pembinaan kesejahteraan, peningkatan profesionalisme dapat dilakukan melalui pengikutsertaan tenaga (guru dan staf) dalam pelatihan/penataran yang sesuai serta mendorong mereka untuk mengikuti kuliah lanjutan, disamping itu penyediaan buku-buku referensi sangat penting dalam meningkatkan wawasan para guru dan staf.

Adapun dalam hal pembinaan kesejahteraan, maknanya tidak hanya dalam aspek material tapi juga yang non material yang mengarah pada kepuasan kerja, dalam kaitan ini maka peningkatan honorarium adalah penting jika memungkinkan disamping upaya yang non material seperti pembina hubungan kekeluargaan serta pemberian penghargaan dalam bentuk piagam kepada guru dan staf yang dapat menjalankan tugas dengan baik.

Manajemen kesiswaun, siswa merupakan komponen penting dalam proses pendidikan di sekolah, mereka ada input yang harus dibelajarkan dalam interaksi edukatif, mereka harus diperlakukan bukan sebagai objek melainkan subjek yang sangat berperan dalam perwujudan dirinya, untuk itu diperlukan dorongan agar dapat berperan serta dalam upaya pencapaian tujuan sekolah.

Dalam bidang ini terdapat tiga tugas penting kepala sekolah yaitu : (a) Penerimaan siswa baru, (b) Pembinaan siswa di sekolah, dan (c) Pemantapan program kesiswaan. Dalam hal penerimaan siswa ada beberapa kegiatan pokok yang harus dilakukan yakni (1) perencanan daya tampung dan (2) seleksi calon siswa baru, sedang dalam pembinaan siswa diperlukan upaya-upaya agar siswa dapat berperan aktif dalam interaksi edukatif, serta diberdayakan agar dapat mencapai tingkat kemandirian dalam melaksanakan segala kegiatannya di sekolah. Sedangkan dalam hal in] kegiatan pemantapan program kesiswaan (OSIS) terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu :

1. Mengkoordinasikan dengan wali kelas dan guru mata pelajaran untuk menghindari tumpang tindih dengan kegiatan pembelajaran di kelas.

2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mengurus kegiatannya sendiri

3. Menggalang kerjasana dengan unit pembinaan pemuda di luar sekolah

4. Melibatkan orang tua untuk berpartisipasi dalam kegiatan organisasi siswa intra sekolah

Dengan demikian bidang manajemen kesiswaan akan sangat menentukan dalam upaya pembinaan siswa di sekolah, baik itu menyangkut kegiatan kurikuler ataupun ekstrakurikuler pada dasarnya akan saling memperkuat, untuk itu pengelolaannya perlu pemahaman yang komprehensif agar pembinaan kesiswaan dapat memperkuat pencapaian tujuan dalam bidang-bidang lainnya.

Manajemen Keuangan, pengelolaan keuangan menyangkut dua hal yaitu bagaimana memperoleh dana serta bagaimana menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut secara efektif dan efisien. Sumber dana sekolah biasanya diperoleh dari dua sumber yakni dari pemerintah yang umumnya terdiri dari dana rutin dan biaya operasional (terutama untuk Sekolah Negeri) dan dana dari masyarakat lainnya, sedangkan di lihat dari sisi penggunaannya terbagi dua yaitu untuk anggaran kegiatan rutin dan anggaran untuk pengembangan sekolah.

Pendanaan sekolah merupakan hal sangat penting, namun dalam prakteknya sangat kompleks, sebagimana dikemukakan oleh Soedijarto (1993: 35) bahwa “the .financing of public school involves complex political and personal choice that are incextricahly intertwined with demographic and economic condition”, ini berarti masalah pendanaan sekolah sangat berkaitan dengan aspek politik serta kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Oleh karenanya pihak manajemen sekotah harus berupaya mencari cara yang efektif dalam hal penghimpunan dana, untuk itu sekolah harus mengemas program yang menyakinkan bagi para pemilik dana yang dalam kaitannya dengan dana BP.3 berarti orang tua siswa, disamping itu diperiukan kreatifitas dalam penghimpunan dana misalnya dengan mencari sponsor yang punya kepedulian pada pendidikan serta mau membantu mengembangkan sekolah.

Adapun dalam hal pengalokasian dana, biasanya akan terlihat dalam RAPBS yang umumnya disampaikan oleh pihak sekolah dalam rapat BP3 (dewan sekolah) kepada semua orang tua siswa, untuk itu penyusunan RAPBS harus dapat menyakinkan serta akurat sehingga timbul kepercayaan dari pihak yang akan membantu termasuk orang tua siswa, dan agar penyusuna RAPBS dapat efektif dan efisien, langkah-langkah yang perlu diambil menurut Dikmenum (2000: 98) adalah :

1. Menginvestasikan program/kegiatan sekolah selama satu tahun mendatang.

2. Menyusun program/kegiatan tersebut berdasarkan jenis dan prioritas

3. Menghitung volume, harga satuan, dan kebutuhan dana untuk setiap komponen kegiatan.

4. Membuat kertas kerja dan lembaran kerja, menentukan sumber dana dan pembebanan anggaran, serta menuangkannya ke dalam format baku RAPBS

5. menghimpun data pendukung yang akurat untuk bahan acuan guna mempertahankan anggaran yang diajukan.

Disamping itu pengunaannya harus transparan serta dibukukan secara benar dan jujur, keadaan ini akan berperan penting dalam menumbuhkan kepercayaan penyandang dana sehingga akan terus terdorong untuk membantu pendanaan sekolah.

Manajemen sarana dan Prasarana., PengeIolaan sarana dan prasarana terutama diarahkan pada pemeliharaan agar dapat dipergunakan secara optimal, dalam hubungan ini hendaknya ditumbuhkan rasa memiliki yang tinggi dikalangan komponen-komponen yang terlibat di sekolah, sehingga pemeliharaan sararan dan prasarana dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab bersama.

Manajemen Laboratorium. Pengelolaan Laboratorium ini umumnya hanya berlaku pada sekolah menengah umum, sementara untuk SD dan SLTP karena laboratorium belum menjadi kebutuhan utama, sehingga dalam kenyataannya banyak SLTP yang belum memiliki laboratorium, namun secara umum pengelolaan laboratorium sebagai tempat praktek siswa perlu ditata dengan menarik serta aman, sehingga siswa terdorong untuk menggunakannya sebagai tempat kegiatan pembelajaran.

Manajemen perpustakaan. Perpustakaan merupakan tempat yang penting bagi proses pembelajaran, karen dapat mendorong pengembangan dan peningkatan minat, kemampuan dan kebiasaan membaca, untuk itu disamping penataan tempatnya yang harus menarik dan nyaman juga ketersediaan buku-buku yang lengkap menjadi sangat penting, sehingga siswa dalam memperoleh sumber informasi yang diperlukan berkaitan dengan kegiatan belajarnya.

Menajemen bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari sistem pendidikan di sekolah, karena hal ini merupakan suatu kegiatan yang dapat membantu siswa agar perkembangannya optimal, menjadi mandiri, bertanggung jawab, kreatif, produktif dan belaku juiur, adapun cakupan dari Bimbingan dan Konseling adalah (1) Aspek sosial, (2) Aspek pembelajaran, dan (3) Aspek pengembangan karir.

Dalam manajemen Bimbingan dan Konseling kepala sekolah punya peranan penting, yaitu :

1. Sebagai fasilitator, yakni dapat menjelaskan fungsi BK dalam pendidikan baik kepada guru, siswa dan orang tua siswa agar dapat memahaminya.

2. Sebagai koordinator, yaitu menjebatani pengkaitan program BK dengan program sekolah lainnya.

3. Sebagai motivator, yaitu mendorong siswa untuk memanfaatkan BK sebagai tempat konsultasi dan mendorong Guru mata pelajaran untuk membantu guru BK.

4. Sebagai supervisor, yakni mensupervisi pelaksanaan kegiatan BK agar sesuai dengan yang diharapkan.

Supervisi Akademik Disamping bidang-bidang manajemen seperti diuraikan di atas maka kegiatan supervisi terrnasuk ke dalam unsur penting dalam manajemen pendidikan di sekolah. Apabila supervisi diberi makna sebagai suatu bentuk pengawasan maka seluruh kegiatan manajemen sekolah memerlukan langkah ini, namun demikian salahs atu bentuk supervisi yang punya karakteristik tersendiri adalah supervisi pengajaran atau supervisi pendidikan, hal ini tidak telepas dari peran kepala sekolah sebagai administrator/manajer dan sebagai supervisor.

Paul Preston dan Thomas W. Zimmerer (1998 : 3) dalam bukunya Management Supervisors memberikan definisi “Supervision is defined as the management of a process, a worker, workers, or a project… They are the key link between the policy-making people at the top of the organization and the employes performing work. Pengertian tersebut mnampaknya lebih menunjukkan kepada pengertian supervisi secara umum, sementara itu dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi para ahli tentang supervisi. menutut Moh, Rivai (1980 : 1) adalah sebagai berikut :

1. Supervisi merupakan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar yang lebih baik (Kimbal Wiles: Supervision for better school)

2. Supervisi merupakan kegiatan untuk membantu dan melayani guru agar mereka dapat melaksanakan tugasnya lebih baik. (Kimbal Wiles)

3. Supervisi berusaha meningkatkan hasil belajar murid melalui gurunya (Thomas H. Briggs : Improving instruction through supervision)

4. Supervisi adalah proses peningkatan pengajaran, dengan jalan bekerjasama dengan orang-orang yang bekerja sama dengan murid (Gregorio : School Administration and Supervision)

5. Supervisi merupakan bagian/aspek dari administrasi, khususnya yang mengenai usaha peningkatan guru sampai kepada taraf tertentu. (H.Lucio dan Mc Nell Supervision)

6. Supervisi adalah tahapan/fase dalam administrasi sekolah. Terutama mengenai keberhasilan dalam usaha mencapai harapan/tujuan tertentu dalam pengajaran (G. Eye dan A. Netzer, Supervision of Instruction)

 

Dengan memperhatikan pengertian supervisi seperti tersebut di atas, jelas sekali bahwa dalam bidang pendidikan, supervisi mempunyai makna khusus yakni kegiatan yang berkaitan dengan usaha membantu para Guru agar dapat berhasil dalam kegiatan pembelajaran siswa di sekolah. Dalam pelaksanaanya terdapat tiga tahapan dalam supervisi yaitu : (1) Tahap pertemuan awal, (2) Tahap observasi kelas, dan (3) Tahap pertemuan umpan balik.

Dengan demikian supervisi tidak bisa dilakukan tanpa suatu persiapan yang matang, disamping tentu saja kepala sekolah perlu memahami bentuk tentang aspek-aspek pengajaran baik maslah kurikulum ataupun metode, sehingga pelaksanaan supervisi dapat menjadi suatu langkah penting dalam peningkatan kemampuan guru serta dapat meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran siswa, hai ini sesuai dengan fungsi supervisi yang menurut W.H. Burton dan Leo J. Bruckner sebagaimana dikutip oleh Piet A. Sahertian bahwa fungsi utama dari supervisi modern adalah menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar.

Dengan mempertahankan uraian tentang manajemen sekolah sebagai mana dikemukakan di atas nampak bahwa sekolah sebagai suatu organisasi didalamnya terdapat berbagai kegiatan dan proses manajemen dalam rangka mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Dalam proses kegiatan tersebut salah satu unsur terpenting adalah kepala sekolah, karena pada dasarnya kepala sekolah merupakan top management dalam organisasi sekolah, sehingga keberhasilan suatu sekolah dalam menciptakan iklim organisasi yang baik, serta pencapaian tujuannya sangat dipengaruhi oleh bagaimana seorang kepala sekolah menjalankan peran, fungsi dan tugasnya dalam mengelola sekolah tersebut. Sehingga apabila kepala sekolah telah menjalankan fungsi manajemen dengan baik dan persepsi guru terhadap pelaksanaan manajemen positif, maka diharapkan motivasi guru dalam bekerja akan meningkat sehingga, dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, dimasa yang akan datang.

 

b. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Secara umum Manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai “model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.” (Dirjen Dikdasmen Depdiknas, 2001 : 3).

Menurut Fattah (2004 : 9), ” Manajemen berbasis sekolah (MBS) sebagai terjemahan dari School Based Manajemen adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk me-redisain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, KS, orang tua siswa, dan masyarakat”.

Arti lain Fattah (20004 : 14) mengemukakan bahwa “Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk reformasi pendidikan yang pada prinsipnya sekolah memperoleh kewajiban (responbility), wewenang (authority), dan tanggung jawab (akuntability) yang tinggi dalam meningkatkan kinerja terhadap setiap stakesholders”.

Sedangkan menurut Gumelar (2002 : 1 l ) bahwa ” Manajemen Berbasis Sekolah adalah Sistem pengelolaan sekolah yang memberikan otonomi luas kepada sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan atau mengelola pendidikan”.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka melalui penerapan Majamenen Berbasis Sekolah (MBS), memberikan suatu konsep pengelelolaan sekolah yang melibatkan masyarakat, menekankan pada pemerataan pendidikan dan efisien serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. Dengan menggunakan model ini, maka akan terjamin semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber dana yang ada untuk inovasi, serta sekolah memiliki otonomi penuh dalam pengelolaan sekolah bersama-sama dengan masyarakat sehingga sekolah lebih mampu untuk mandiri menuju pola pikir, sikap dan perilaku aktif, kreatif, inovatif, dan sikap positif lainnya yang mencerminkan otonomi serta lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang lebih sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan dan potensi yang dimilikinya, termasuk didalamnya pengambilan keputusan dapat dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan semua warga sekolah sehingga rasa memilikinya meningkat. Penerapan MBS ini diharapkan akan dapat meningkatkan motivasi dan ethos kerja dari kalangan warga sekolah.

Menurut Roger Scott (1994) yang dikutif oleh Gumelar (2002 : 18) berpendapat bahwa : ” Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan peluang kepada guru dan Kepala Sekolah akan lebih efektif dalam mengelola sekolah, karena adanya partisipasi dan rasa kepemilikan dan keterlibatannya yang tinggi dalam membuat keputusan”.

Dengan penerapan MBS ini tidak berarti sekolah melakukan kebebasan yang mutlak, tetapi sekolah tetap bergerak dalam koridor kebijakan umum pemerintah pusat dan pemerintah daerah. “Perlu disadari bahwa penerapan MBS tidak berarti menghilangkan fungsi sentral pemerintahan (pusat, propinsi, kabupaten) dan mengabaikan pemikiran-pemikiran makro dan strategis tentang pendidikan”. (Depdiknas, 2002 c : 4). Kebijakan Pemerintah sebagai standar sehingga meskipun lembaga sekolah memiliki kebebasan untuk mengatur sendiri, tetapi tidak boleh berjalan sendiri tanpa menghiraukan kebijakan, prioritas dan standarisasi yang sudah dirumuskan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) agar menghasilkan kualitas yang lebih unggul harus memperhatikan aspek-aspek mutu yang harus dikendalikan secara komprehensif (Fattah, 2004 : 15) :

(1) karakteristik mutu pendidikan, baik input, proses maupun output.

(2) pembagian (cost).

(3) metode atau delivery sistem penyampaian bahan/materi pelajaran.

(4) pelayan (service) kepada siswa dan orangtua / masyarakat.

Manajemen berbasis sekolah secara konseptual akan berdampak terhadap peningkatan kinerja sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan kesempatan dan pencapaian tujuan politik (perkembangan iklim demokrasi) suatu bangsa lewat perubahan kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti politik, edukatif, administratif dan anggaran pendidikan.

Fattah (2004: l9), mengatakan bahwa : MBS sebagai konsep desentralisasi pendidikan dilatarbelakangi oleh alasan­-alasan (1) wilayah Indonesia yang secara geografis sangat luas dan beraneka ragam, (2) aneka ragam golongan dan lingkungan sosial, budaya, agama, ras dan etnik serta bahasa, (3) besarnya jumlah dan banyaknya jenis populasi pendidikan yang tumbuh sesuai dengan perkembangan ekonomi, iptek, perdagangan, dan sosial budaya, (4) perluasan lingkungan suasana yang menimbulkan aspirasi dan gaya hidup yang berbeda antar wilayah, (5) perkembangan sosial politik, ekonomi, budaya yang cepat dan dinamis menuntuk penanganan segala persoalan secara cepat dan dinamis.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menjadi trend baru dalam restrukturisasi sistem pendidikan di Indonesia sebagai aplikasi dari pelaksanaan Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Prakarsa MBS mulai diterapkan untuk tingkat SLTP dan SMU pada tahun 1999 dengan nama Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Prinsip-prinsip utama yang ingin dikembangkan pada pendekatan MPMBS adalah : fokus pada mutu, bottom-up planning and decision-making, manajemen yang transparan, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan mutu secara berkelanjutan (sustable improvement). (Depdiknas, 2002 : 5).

MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memperdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya, MPMBS bertujuan untuk (Depdiknas, 2001 :4) :

Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memperdayakan sember daya yang tersedia;

Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;

Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan

Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

MBS menekankan pada kemandirian dan kreatif sekoiah sebagai alternatif baru menuju perbaikan proses pembelajaran sehingga berimplikasi pada terbentuknya sekolah yang berpenanpilan unggul, yang mana sekolah yang berpenampilan unggul memerlukan upaya pemberdayaan sekolah dalam meningkatkan kegiatan-kegiatannya terutama dalam menyampaikan pelayanan yang bermutu kepada muridnya (klien). Oleh karena itu sekolah yang berpenampilan unggul atau kinerja unggul menempatkan sumber-sumber informasi, pengetahuan dan keterampilan dalam upaya perbaikan sekolah serta akuntabilitas diyakini sebagai faktor utama yang mempengaruhi sekolah unggul.

3. Pengertian Manajemen Kurikulum

Manajemen Kurikulum mengacu pada buku Panduan Manajemen Sekolah merupakan upaya untuk mengelola agar kurikulum di sekolah berjalan baik, dalam hubungan ini pengelolaannya harus diarahkan agar proses pernbelajaran dapat berjalan dengan baik, tolok ukurnya adalah bagaimana pencapaian tujuan oleh siswa sebagai akibat proses pembelajaran, menurut Djam’an Satori (2000) tugas-tugas yang tercakup dalam bidang kurikulum adalah :

a) Menyelenggarakan perumusan tentang tujuan-tujuan kurikulum

b) Menyelenggarakan isi (content), susunan (scope) dan organisasi kurikulum

c) Menghubungkan kurikulum dengan waktu, fasilitas-fasilitas fisik dan personil yang tersedia

d) Menyelenggarakan bahan-bahan, sumber-sumber dan perlengkapan buat program pengajaran

e) Menyelenggarakan supervisi pengajaran.

Dari pendapat di atas nampak bahwa manajemen kurikulum menitik beratkan pada upaya untuk mengelola proses pembelajaran siswa agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, lebih jauh Depdiknas (2000 : 67-70) secara lebih rinci dalam buku Panduan Manajemen Sekolah disebutkan kegiatan­-kegiatan yang harus dilakukan dalam manajemen kurikulum yaitu :

a) Menjabarkan GBPP menjadi Analisis Mata Pelajaran

b) Menyusun Program Tahunan

c) Menyusun Program Catur Wulan

d) Menyusun program satuan pelajaran

e) Membuat rencana pengajaran

f) Melakukan penbagian tugas mengajar

g) Menyusun jadwal pelajaran

h) Menyusun jadwal kegiatan pengayaan

i) Menyusun jadwal ekstrakurikuler

j) Menyusun jadwal penyegaran Guru

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan kurikulum yaitu berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu, menjelaskan pengalaman belajar, merupakan hasil belajar dan dapat didefenisikan secara jelas dan distandarisasi. Dengan diberlakukannya kebijakan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu perangkat perencanaan dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dikembangkan dengan prinsip (Sanusi, 1989:19):

  • Mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan fleksibel sesuai dengan perkembangan jaman dan (IPTEK)
  • Pengembangan melalui proses akreditas yang memungkinkan mata pelajaran dimodifikasi

Pengembangan Kurikulum yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, standar kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.

Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 bahwa pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk:

(a) Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

(b) Belajar untuk memahami dan menghayati;

(c) Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif;

(d) Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan

(e) Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Kewenangan sekolah dalam menyusun kurikulum memungkinkan sekolah menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi daerah. Dengan demikian, daerah dan/atau sekolah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan hal-hal yang diajarkan, pengelolaan pengalaman belajar, cara mengajar, dan menilai keberhasilan belajar mengajar.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 6 Ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

4. Kelompok mata pelajaran estetika;

5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

Berdasarkan cakupan kelompok mata pelajaran tersebut, dapat dipaparkan tujuan pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut.

1. Membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia;

2. Meningkatkan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta meningkatkan kualitas dirinya sebagai manusia;

3. Mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri;

4. Meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan, dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni;

5. Meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat

 

4. Hakekat Peningkatan Pembelajaran

Pembelajaran merupakan rangkaian proses kegiatan belajar mengajar yang dimulai dari kompetensi siswa dalam memahami tentang pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak, dilakukan secara konsisten dan terus menerus. Peningkatan Pembelajaran bergantung kepada kurikulum yang diterapkan disekolah.

Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program pembelajaran dimana hasil belajar atau program pembelajaran dimana hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, sistem penyampaian dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (Sanusi, 1989:19). Komponen Pokok Pembelajaran Berbasis Kompetensi antara lain :

  • Kompetensi yang akan dicapai
  • Strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi
  • Sistem evaluasi atau pengujian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi

Manfaat pembelajaran berbasis kompetensi dalam meningkatkan prestasi hasil belajar antara lain (Sanusi, 1989:19):

  • Menghindarkan duplikasi dalam pemberian materi pelajaran
  • Mengupayakan konsisten kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajar suatu mata pelajaran
  • Meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan dan kesempatan siswa
  • Membantu dan mempermudah pelaksanaan akreditas
  • Memperbaharui sistem evaluasi dan pelaporan hasil belajar siswa
  • Memperjelas komunikasi dengan siswa tentang tugas, kegiatan atau pengalaman belajar
  • Meningkatkan akuntabilitas publik
  • Memperbaiki sistem sertifikasi

Kompetensi merupakan gambaran penampilan suatu kemampuan tertentu secara utuh/bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Kompetesi lulusan berisi seperangkat kompetensi yang harus dikuasai lulusan yang menggambarkan profil lulusan secara utuh. Kompetesi lulusan menggambarkan berbagai aspek kompetesi yang harus berhasil dikuasai yang mencakup askep kognitif, afektif maupun psikomotor. Kompetensi lulusan ditentukan berdasarkan : Visi dan Misi lembaga penyelenggaraan pendidikan, tuntutan masyarakat, perkembangan IPTEK, masukan dari kalangan profesi, hasil analisis tugas dan prediksi tantangan mendatang.

Dalam mengukur prestasi hasil belajar dilakukan standarisasi yang telah ditentukan seperti (Depdikbud, 2002):

· Batas dan arah kemampuan yang harus dimiliki dan dapat dilakukan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran

· Memperlakukan peserta didik sesuai dengan potensinya dan membantu mereka agar mampu melakukan sesuai dengan kemampuannya

· Menuntut peserta didik untuk mencapai peringkat prestasi dan performa tertentu.

Pengertian standar kompetesi merupakan pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dikuasai siswa serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Standar kompetesi mencakup (Depdikbud, 2002):

1. Standar isi (content standards)

Pernyataan tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus kuasai siswa dalam mempelajari mata pelajaran tertentu

2. Standar penampilan (performance standards)

Pernyataan tentang kriteria untuk meningkatkan tingkat penguasaan siswa terhadap standar isi

Pembelajaran yang dicapai oleh siswa sekolah menengah secara khusus bertujuan untuk (Depdikbud, 2002):

· Memberikan kemampuan minimal bagi lulusan utnuk melanjutkan pendidikan dan hidup dalam masyarakat

· Menyiapkan sebagian besar warga negara menuju masyarakat belajar pada masa yang akan datang

· Menyampaikan lulusan menjadi anggota masyarakat yang memahami menginternalisasi perangkat gagasan dan nilai masyarakat beradab dan cerdas.

· Meyakini, memahami dan menjalankan ajaran agama yang diyakini dalam kehidupan

· Memahami dan menjalankan hak dan kewajiban untuk berkarya dan menanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab

· Berfikir secara logis, kritis, kreatif inovatif, memecahkan masalah serta berkomunikasi melalui berbagai media

· Menyenangi dan menghargai seni

· Menjalankan pola hidup bersih, bugar dan sehat

· Berpartisipasi dalam kehidupan sebagai cermin rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.

 

B. Kerangka Pemikiran

Dalam rangka usulan penelitian mengenai Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah dan Manajemen Kurikulum terhadap Peningkatan Pembelajaran Fisika di SMAN 1 Pasawahan Kabupaten Kuningan, dapat digambarkan konstelasi antar variabel di mana variabel bebas berpengaruh positip terhadap variabel terikat dan dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut variabel bebas Manajemen Berbasis Sekolah (X1) berpengaruh positip terhadap variabel terikat Peningkatan Pembelajaran Fisika (Y), variabel bebas Manajemen Kurikulum (X2) berpengaruh positip terhadap variabel terikat Peningkatan Pembelajaran Fisika (Y), kemudian variabel X1 dan X2 berpengaruh positip secara bersama-sama terhadap variabel Y, untuk faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi variabel bergantung Y akan tetapi tidak diteliti atau dianalisis lebih lanjut adalah Epsilon (Î).

Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

 

Dimana :

1. Variabel bebas Manajemen Berbasis Sekolah, yang pada penelitian ini, dengan dimensi-dimensi antara lain : planning, organizing, directing, actuating and controlling

2. Variabel bebas Manajemen Kurikulum yang pada penelitian ini dengan dimensi-dimensi antara lain : tugas dan kegiatan dalam Manajemen Kurikulum.

3. Variabel terikat Peningkatan Pembelajaran Fisika, yang pada penelitian ini dengan dimensi-dimensi antara lain : kompetensi siswa dan implementasi pelajaran.

 

Leave a comment